Ambil Pelajaran Perbaiki Diri
Tulisan sederhana ini bentuk pandangan pribadi penulis atas pengadilan jalanan yang berakhir di ruang literasi SDN Oelbeba Fatuleu, Kabupaten Kupang, akhir bulan kemarin.
Kasus penganiayaan seorang guru oleh Kepala
Sekolah dan beberapa guru terjadi di Sekolah Dasar Negeri Oelbeba, Desa Oebola,
Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang, Selasa, 31 Mei 2022 viral di media sosial. Dalam
video tersebut korban bapak Anselmus Nalle harus menerima bogelan berkali-kali
dari kepala sekolah yang menjadi pimpinannya di lembaga pendidikan SDN Oelbeba.
Video berdurasi 2 menit 38 detik tersebut, penulis dapatkan dari kiriman
seorang ibu yang merasakan keprihatinannya terhadap pengadilan jalananan itu.
Miris, menyedihkan sekaligus memalukan.
Bapak Ansel yang sudah lari terbirit-birit usai
dihantam dengan kursi dan balok di ruang rapat harus menerima pukulan demi pukulan
Sang pimpinan yang mengamuk ibarat seorang petinju menyerang lawan yang sudah
tak berdaya di pojok ring pertarungan. Teriakan meminta pertolongan dan mohon
ampun yang keluar dari mulut korban bagaikan yel-yel supporter dari gelanggang
arena pertarungan memberikan semangat kepada bapak Aleksander Nitti untuk terus
menghujam jab-jab dan uppercut terhadap bapak Ansel. Sang istri pun tak kala
seru memberikan yel-yel provokatif dengan umpatan dan makian menyerang
psikologis korban.
Sungguh merupakan pertarungan yang tak
sebanding. Bukan karena fisik tak berdaya, tetapi karena ketakutan dan
kerendahan hati dari korban untuk memilih menerima berbagai serangan petinju
yang mengalahkan ganasnya pukulan bertubi-tubi Evander Holyfield di ronde 10
dan 11 dalam pertarungan partai ketiga melawan Mike Tyson tinju kelas berat
dunia tahun 1997.
Tak cukup sampai di situ, beberapa orang yang
terlihat bagaikan bodyguard dalam film Hollywood menyeret dan memaksa
korban kembali ke sekolah untuk terus diadili di ruang yang mestinya menjadi
tempat untuk memperbaharui diri dengan berbagai skrip ilmiah. Di sana, di ruang
perpustakaan yang semestinya dipakai untuk menambah pengetahuan pun karakter
berubah menjadi ruang pengadilan sepihak.
Bagi penulis, penganiayaan ini sungguh
mencoreng wajah dan dunia pendidikan saat ini khususnya NTT. Di saat pemerintah
giatkan perbaikan mutu pendidikan Indonesia dengan berbagai kegiatan
peningkatan mutu dan kompetensi guru, kasus ini sungguh kontradiktif.
Terlepas dari musabab penganiayaan, namun bagi
penulis kasus ini merupakan sebuah pukulan telak bagi dunia pendidikan NTT
dalam mewujudkan merdeka belajar. Merdeka belajar bagi murid dan merdeka
mengajar bagi guru. Merdeka belajar dan merdeka mengajar tentunya harus
bermuara pada tercapainya profil Pelajar Pancasila. Agar dapat tercapai profil
pembelajar abad 21 tentu guru tidak hanya dituntut untuk menceramahi,
berdiskusi lewat ruang ilmiah akan tetapi jauh lebih penting dan akan berdampak
baik melalui keteladanan atau memberi contoh. Guru adalah orang yang menjadi
panutan (role-model) bagi murid.
Guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah tentu tidak hanya menjadi role-model bagi anak murid, tetapi
juga menjadi panutan bagi semua ekosistem sekolah.
Kepala sekolah menurut Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Nomor 13 Tahun 2007 mestinya memiliki 5 kompetensi antara lain,
kompetensi Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial.
Sedangkan kompetensi kepala sekolah penggerak yang merupakan kompetensi
kekinian antara lain; kompetensi kepemimpinan pembelajaran, kompetensi
kemampuan mendampingi (Coaching) atau Mentoring, Kemampuan berkolaborasi, Berorientasi
pada pembelajaran dan Kematangan Etika.
Semua kompetensi tersebut tentu akan memberikan
dampak perubahan bagi semua ekosistem sekolah secara menyeluruh. Kepala sekolah
sebagai pemimpin pembelajaran hadir dalam proses pembelajaran bukan sebagai pemantau
atau pemberi hukum. Kepala sekolah hadir sebagai orang yang mampu memberikan
instruksi dan teladan bagi guru dalam pembelajaran berpihak pada murid. Kepala
sekolah, dalam menghadapi masalah guru dan pegawai seyogyanya hadir dengan
mengidentifikasi masalah dan kekuatan yang ada dalam diri mereka dan
mengarahkan mereka menyelesaikan persoalan dengan kekuatan sendiri lewat
coaching.
Kepala sekolah abad 21 juga harus mampu
berkolaborasi dengan menggunakan semua asset baik yang ada di dalam sekolah
maupun asset di luar sekolah. Kematangan etika merupakan kompetensi utama yang
patut dipegang teguh dalam menjalankan tugas tambahan sebagai kepala sekolah di
pembelajaran abad 21. Dengan kematangan etika bagi penulis tentu akan bisa
mencapai murid yang memiliki karakter beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, memiliki sikap bergotong royong,
kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.
Apa yang terjadi di SDN Oelbeba merupakan hal
yang kurang baik, namun bisa menjadi bahan refleksi diri bagi penulis bahwa sebuah
peristiwa atau kejadian hadir untuk menjadi sebuah pelajaran. Pangadilan
jalanan itu sesungguhnya hadir agar penulis selalu memiliki ruang untuk
memperbaharui diri lewat berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas
diri sebagai guru di segala zaman.
Pengadilan jalanan Oelbeba merupakan jalan menuju refleksi pembelajaran dalam peningkatan kapasitas pengembangan diri berkelanjutan. Karena sesungguhnya, belajar mesti sepanjang hayat. Terima kasih bapa Aleks, terima kasih bapa Ansel. Drama pengadilan jalanan kalian membuka mata penulis untuk terus memperbaharui diri.
Comments
Post a Comment